Jumat, 07 Oktober 2016

sejarah jilbab rabbani

Sejarah Jilbab Rabbani

Kisah sukses Rabbani memang mengejutkan. Tiba- tiba ada puluhan cabang dibuka di berbagai kota. Siapa sosok dibaliknya. Pengusaha jenius itu ternyata seorang pria. Meski dibawah bendera CV. Rabbani Asysa, kami menemukan Amry Gunawan lah pemiliknya. Dia memanglah tidak sendiri menjalankan bisnis ini. Amry bersama istrinya, mereka bersama menjalankan perusahaan kecil tersebut. Perusahaan yang dikenal sebagai profesornya kerudung instan.

Amry sedikit dari pengusaha dibidang fashion. Terutama dia bukanlah desainer, bukan juga wanita. Memang pada umumnya bisnis fashion dikuasai kaum Hawa. Berawal dari jatuh bangun mengerjakan berbagai usaha. Dia dulu dikenal sebagai penjual buku, alat- alat kantor dan kaos. Nama Rabbani sendiri sudahlah melekat sejak usaha pertamanya. Sejak ia berjualan alat- alat kantor dan buku.

Sejak tahun 1991, ia tergolong cukup sukses berjualan buku dan alat kantor. Saat itu ia menjual buku- buku islami. Dia dikenal berjualan di depan kampus Universitas Padjajaran (Unpad). Disaat usahanya itu sukses, ia segera membuka toko buku sendiri. Tak bermodal besar, cukuplah ia merubah sebagian rumah kontrakan di Jalan Haur Mekar menjadi toko buku.

Setelah usahanya semakin sukses. Amry mulai mengumpulkan uang untuk membuka toko sendiri. Akhirnya sebuah toko buku baru lahir. Dia lantas memberinya nama Pustaka Rabbani, letaknya masih didekat Unpad, tepatnya di Jalan Dipati Ukur.

Semua berawal dari perjalanan pendidikannya di Kota Kembang. Tahun 1986, Amry memutuskan pergi ke Bandung untuk melanjutkan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran (Unpad). Namun, karena ada persaan kuat untuk mendalami Agama, Amry berbalik arah tujuannya. Dia bukannya masuk ke ekonomi, Amry malah masuk ke jurusan Sastra Arab.

Usia Amry masih muda kala itu masih 22 tahun. Sambil berkuliah Amry berusaha untuk mandiri. Meskipun masih hidup seadanya, dia tak takut untuk menikahi seorang akhwat. Bermodal pinjaman dari guru ngajinya sebesar 60 ribu rupiah. Dia tak takut "mau makan apa". Meski begitu masalah duniawi tak bisa dihindari. Meski sudah bertekat, setelah lahirnya anak pertama, ia harus memutar otak lebih lagi.

Tahun 1991, ia memulai usaha buku Islami dan peralatan kantor. Dia lantas berjualan di depan kampus Unpad. Disaat usahanya semakin naik ia akhirnya membuka toko sendiri. Cukuplah bermodal sebagian dari rumah kontrakannya di Jalan Haur Mekar menjadi toko buku. Sedikit demi sedikit Amry mulai menyisihkan keuntungan untuk membuka toko kedua. Kali ini ia membuka toko sendiri tanpa menempel rumahnya.

Sebuah toko buku bernama Pustaka Rabbani di Jalan Dipati Ukur, masih dekat Unpad. Seking sibuknya ia memuka usaha sendiri. Amry memutuskan meninggalkan kuliah Sastra Arab -nya. Pria kelahiran Aceh Utara, 20 Februari 1967 ini, benar- benar ingin fokus pada bisnisnya. Tapi pada tahun ke empat ia malah banting stir berbisnis kerudung. Saat itu ia melihat peluang dari kaum muslimah di Indonesia.

Waktu itu, khususnya untuk instansi formal pemerintahan khususnya pendidikan dan perkantoran, ada satu larangan menggunakan jilbab. Dia lantas berpikir jika dilarang bukannya semakin penasaran. Dari sanalah, ia membuka usaha kerudung dibantu istrinya. Semuanya hanya bermodal nekat. Ia lantas menjual toko buku itu untuk modal usaha. Dia bahkan tega memberhentikan 30 karyawan yang tak siap memulai dari nol bersama. Semuanya dia lepaskan untuk memulai lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar